Monday, May 31, 2010

Penyu Sisik ( Eretmochelys imbricata )

Penyu Sisik

( Eretmochelys imbricata )

Penyu yang ada di dunia terdiri dari dua famili yaitu Cheloniidae dan Dermochelydae. Famili Cheloniidae terdiri dari empat genus yang masing- masing memiliki satu spesies, sedangkan famili Dermochelydae terdiri dari satu genus dan satu spesies. Jenis penyu famili Cheloniidae adalah Caretta caretta, Eretmochelys imbricata, Chelonia mydas, Natator depressa, Lepidochelys kempii dan Lepidochelys olivacea. Sedangkan famili Dermochelydae adalah Dermochelys coriacea (Bustard, 1972)

Klasifiaksi Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) menurut Hirth (1971) dalam Nuitja (1992) adalah :

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Metazoa

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Super Kelas : Tetrapoda

Kelas : Reptilia

Sub Kelas : Anapsida

Ordo : Testudinata

Sub Ordo : Cryptodina

Super Famili : Chelodiioidea

Famili : Cheloniidae

Sub Famili : Cheloniinae

Genus : Eretmochelys

Species : Eretmochelys imbricata ( Linnaeus )

Gambar Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) disajikan dalam Gambar 1.




PC160006

Penyu Sisik dikenal dibeberapa tempat dengan nama Penyu Genting, Penyu Kembang, Penyu Katungkara, Penyu Wau atau kadang- kadang disebut Sisik saja. Dalam bahasa inggris dikenal dengan sebutan ” Hawksbill turtle” yang berarti penyu berparuh elang. Seperti halnya penyu lain pada umumnya, hanya Penyu Sisik betina saja yang naik ke daratan untuk bertelur pada waktu musimnya.

Penyu Sisik bersifat karnivora tetapi setelah dewasa bersifat omnivora. Penyu Sisik memakan moluska, krustase, ubur- ubur, rumput laut (Bustard, 1972). Rahang berbentuk paruh merupakan alat yang kuat untuk memecah cangkang moluska maupun kepiting yang didapat di sekitar karang (Suwelo, 1980 dalam Hermawan, 1992). Penyu Sisik mempunyai ciri- ciri sebagai berikut :

Menurut Marques ( 1990 ) dalam Nuitja ( 1992), Penyu Sisik (gambar 2) memiliki bentuk dan susunan tubuh sebagai berikut :

§ Terdapat 2 pasang sisik prefrontal dan 3 atau 4 sisik post orbital pada kepala.

§ Sisik pada karapas tersusun secara tumpang tindih ( imbricate) terdiri dari 5 costal, 4 pasang lateral ( yang pertama tidak dihitung yaitu precental scute ), 11 pasang marginal ditambah sepasang post central atau pigal scutes.

§ Bentuk rahang seperti paruh elang sehingga secara umum dikenal dengan nama Hawksbill.

§ Flipper berbentuk dayung dan masing- masing dilengkapi dengan 2 buah kuku ( cakar ). Permukaan atas flipper berwarna coklat kehitaman, permukaan bawah berwarna kuning, bagian bawah kepala dan plastornnya juga berwarna kuning.

§ Seperti spesies penyu lain, perbedaan antara jantan dan betina dapat dilihat dari bentuk kuku pada flipper dan panjang ekornya. Kuku flipper pada jantan lebih kuat dan melengkung berjumlah 2 pasang, ini berfungsi untuk mencengkeram betina pada saat kawin, sedangkan panjang ekor jantan berukuran ± 15 cm dan betina ± 8 cm.



Text Box:


Gambar 2. bentuk dan susunan tubuh penyu

Habitat dan Penyebaran

Indonesia merupakan Negara Kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 di sepanjang ekuator di karuniai lebih dari 360 juta hektar area laut. Terhampar diantara isothermal 20o Utara – Selatan, adalah lokasi sempurna bagi pertumbuhan terumbu karang, rumput laut dan keanekaragaman hayati termasuk penyu laut (Limpus, 1996). Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) merupakan dua jenis penyu yang paling banyak dijumpai dan terdistribusi secara luas di perairan Indonesia. Total aktivitas bertelur per tahun untuk Penyu Hijau dan Penyu Sisik di seluruh Indonesia berturut- turut diperkirakan lebih dari 35.000 dan 28.000 (Tomascik et al, 1997).

Penyu Sisik hidup di laut Tropika dan Sub tropis di sekitar perairan yang terdapat terumbu karang yang kaya akan alga laut ( sea weed ) sedangkan perkawinan seringkali terjadi di laut yang memliki substrat sedikit berlumpur. Penyu Sisik akan kembali ke pantai asal ia menetas untuk bertelur. Setelah menetas, anak-anak penyu sisik akan menghabiskan waktu di pantai sambil mencari makanan. Penyu Sisik memakan sponge dan batu karang lembut. Penyu Sisik terkadang membentuk koloni sendiri di pantai- pantai tempat bertelur dalam satu wilayah tertentu. Di luar wilayah tropis tercatat adanya Penyu Sisik meskipun tidak melakukan aktivitas bertelur. Wilayah yang dimaksud adalah bagian utara bumi, Atlantik bagian barat dan timur, pasifik bagian barat dan timur (Marques, 1990)

Penyu Sisik akan kembali ke pantai asal ia dilahirkan untuk bertelur pada setiap 3 hingga 4 tahun sekali setelah mencapai tingkat matang untuk bertelur. Di Kepulauan Seribu , musim peneluran mulai bulan Desember sampai Juli. Penyu Sisik betina akan bertelur 3-7 kali pada tahun ia bertelur. Penyu Sisik biasanya mulai bertelur di waktu malam karena suhu lebih dingin dan sedikit pemangsa, akan menghasilkan telur sekitar 90 – 185 butir telur sekali pendaratan. Telur-telurnya berbentuk bulat berukuran bola ping-pong mempunyai diameter 5 cm. Telur bewarna putih dan mempunyai kulit yang lembut tetapi liat seperti kertas. Habitat penyu sangat berpengaruh terhadap jumlah populasi. Jika keadaan lingkungan berubah akibat adanya aktifitas atau gangguan lingkungan seperti pencemaran, maka populasi penyu akan mengalami gangguan dan tergantung dari besar kecilnya kualitas dan kuantitas gangguan.

Menurut Salim dan M. Halim ( 1984 ), di Indonesia terdapat 138 daerah peneluran penyu dan 85 diantaranya adalah pantai peneluran Penyu Sisik. Daerah peneluran Penyu sisik di Kepulauan Seribu terdapat di Pulau Peteloran Barat, Pulau Peteloran Timur, Pulau Penjaliran Barat, Pulau Penjaliran Timur, Gosong Rengat, Pulau Jagung, Pulau Dua, Pulau Panjang, Pulau Semut Kecil, Pulau Sepa Kecil, Pulau Belanda dan Gosong Sepa ( Nuitja dan Akhmad, 1982 ).

Namun demikian dengan berkembangnya kawasan Kepulauan Seribu, banyak di antara pulau- pulau tersebut merupakan pulau pribadi sehingga kondisi lingkungan sangat terpuruk yang menyebabkan kondisi tidak normal dan perubahan lingkungan cepat terjadi. Sampai saat ini pantai peneluran penyu sisik yang sangat potensial hanya di Pulau Peteloran Timur.

Peta penyebaran Penyu di Indonesia disajikan dalam Gambar.

Text Box:



Siklus Hidup

Siklus hidup penyu sebenarnya belum banyak diketahui, sebagian masih merupakan dugaan. Jenis kelamin penyu pada usia muda sangat sulit dibedakan antara jantan dengan betina. Penyu dewasa lebih mudah dibedakan dari ekor yang lebih panjang dan lebih besar jika dibandingkan dengan penyu betina (Nuitja, 1992).

Tempat mencari makan ( feeding ground ) penyu sisik terletak tidak jauh dari pantai peneluran. Penyu yang telah mencapai dewasa, bermigrasi untuk melakukan perkawinan di laut yang dekat dengan pantai peneluran. Perkawinan biasanya dilakukan pada pagi hari atau saat matahari akan muncul. Perkawinan mereka terjadi di lepas pantai 1-2 bulan sebelum peneluran pertama pada musim tersebut. Saat kawin, penyu jantan berada di punggung penyu betina dengan jalan mencengkeram bahu betina dengan kuku yang terdapat pada flipper depan Waktu yang dibutuhkan mulai bercumbu hingga selesai kopulasi kurang lebih 4 – 6 jam. Kopulasi dilakukan dengan pasangan yang berbeda-beda selama musim kawin. Penyu betina menyimpan sperma yang diperoleh dari beberapa jantan di dalam tubuh mereka untuk membuahi 3 – 7 kumpulan telur (nantinya menjadi 3-7 sarang) yang akan ditelurkan pada musim tersebut, dengan selang waktu 2 minggu. Hanya penyu betina yang akan naik ke pantai untuk bertelur.

Biasanya waktu yang dipilih adalah malam hari karena suhu lebih dingin dan sedikit pemangsa. Penyu bertelur berkisar antara 50 -150 butir telur, dengan kedalaman sarang 30-60 cm. Setelah meletakkan telurnya penyu menutup lubang sarang dengan pasir menggunakan sirip belakangnya, kemudian menimbun lubang badan dengan keempat siripnya dan kembali ke laut. Proses ini terjadi kurang lebih selama 1-2 jam.

Interval waktu antar musim peneluran adalah 2 – 3 tahun, sedangkan penyu dapat bertelur lebih dari satu kali dalam satu minggu (2 – 3 kali) dan interval waktu mengeluarkan telur di pantai adalah 2 – 3 minggu (Limpus, 1985).

Limpus ( 1985 ) juga menjelaskan bahwa setelah telur penyu menetas, tukik akan keluar dari sarang dan bergerak menuju laut. Selanjutnya anak penyu/ tukik akan berkelana, mula- mula di perairan dangkal dan kemudian ke laut bebas hingga tidak di ketahui lagi tempatnya. Para ahli menyebut sebagai Tahun Yang Hilang ( The lost Year ) sampai dewasa kelamin dimana penyu akan datang lagi ke pantai peneluran.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi sekitar 50 – 60 hari. Setelah menetas, tukik akan keluar dari sarang menuju ke laut. Jika telur sudah menetas, tukik mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan sinar dan reaksi bumi. Sebelum tukik keluar dari sarang, tukik yang sudah menetas menunggu selama 3 – 7 hari sebelum kemunculannya ke permukaan. Selama itu tukik dapat hidup dari cadangan kuning telur (Nuitja, 1992).

Nuitja (1992) menyatakan bahwa arah dan keberadaan tukik setelah keluar dan menuju ke laut sering membingungkan para ahli. Mereka menyebutnya sebagai ”Tahun yang Hilang” dan diperkirakan hanya satu tahun serta diduga tukik tersebut berada di daerah sargassum.

Sampai saat ini masih sedikit informasi yang akurat mengenai umur penyu. Umumnya diketahui bahwa umur penyu cukup panjang bahkan lebih dari 60 tahun (Anonymus, 1993 dalam Zamani, 1996). Masa untuk mencapai kedewasaan penyu, para ahli berbeda pendapat, Carr (1952) menyatakan bahwa penyu mencapai dewasa pada usia 6 tahun, tetapi diketahui bahwa usia tersebut hanya ditemukan pada budidaya yang memiliki ketersidiaan pakan yang cukup seperti yang telah ditemukan di Grand Cayman, penyu bertelur pada usia 5 tahun (Johnson, 1980 dalam Nuitja, 1983). Sedangkan penyu yang hidup di alam mengalami pertumbuhan yang lambat karena banyaknya kompetitor dan keterbatasan makanan.

Limpus (1979) dalam Nuitja (1983) mengatakan bahwa penyu mencapai dewasa pada usia lebih dari 30 tahun dan berdasarkan laporan ANCA (1995) dalam Zamani (1996) menyatakan bahwa untuk mencapai dewasa, penyu memerlukan waktu 30 – 50 tahun.Setelah dewasa penyu akan melakukan kopulasi di perairan yang dekat dengan pantai peneluran. Sampai saat ini belum ada kepastian, apakah penyu betina akan kembali ke tempat kelahirannya untuk bertelur, namun demikian para pakar memiliki dugaan bahwa penyu mempunyai suatu kemampuan untuk mengetahui daerah kelahirannya dan kembali ke daerah tersebut untuk bertelur (Zamani, 1996).

Menurut Diamond (1976) dalam Hermawan (1992), musim penyu bertelur antar tempat sangat dipengaruhi oleh alam lingkungan setempat. Selanjutnya dikatakan ada korelasi yang jelas antara musim dengan banyaknya Penyu Sisik yang bertelur di Cousin Island, Seychelles. Banyaknya penyu yang bertelur mencapai puncaknya pada musim hujan dengan curah hujan lebih besar dari 400 mm per bulan. Dikatakan pula, hujan akan memadatkan pasir sehingga memungkinkan penyu untuk menggali sarang.

Proses Penyu mulai naik sampai kembali ke laut setelah meletakkan telur dalam sarang disajikan dalam Gambar.( DKP, 2003).

Text Box:  Text Box:






Keberhasilan Penetasan

Perhitungan keberhasilan penetasan dilakukan setelah sarang digali dan hasilnya dibagi kedalam enam kriteria (Limpus, 1995), yaitu : telur yang di mangsa (pecah akibat gigitan kepiting hantu/ ghost crabs), telur yang tidak berkembang (tidak berisi embrio yang jelas), telur yang tidak menetas tetapi berisi embrio yang jelas, tukik hidup dalam sarang, tukik hidup namun tidak muncul ke permukaan), tukik mati dalam sarang (tukik mati di bawah permukaan pasir setelah menetas) dan cangkang telur yang kosong.

Keberhasilan menetas pada tiap sarang (clutch success) dapat dihitung dengan dua cara. Pertama, penghitungan didasarkan pada keberhasilan menetas (Hatching Success- HS) yaitu perbandingan jumlah tukik yang berhasil keluar (menetas) dari cangkang dengan jumlah seluruh telur yang ditetaskan (diinkubasikan). Kedua, perhitungan berdasarkan keberhasilan muncul ke permukaan (Emergence Success- ES) yaitu perbandingan jumlah tukik yang berhasil muncul ke permukaan sarang dengan jumlah seluruh telur yang menetas. Berdasarkan hasil pengamatan periode tahun 2006 di Pulau Pramuka, prosentase keberhasilan penetasan – HS antara % - % dengan nilai rata- rata %, sedangkan prosentase keberhasilan tukik keluar dari sarang – ES berkisar antara % - % dengan nilai rata- rata %.

Hutabarat (1992) mengatakan bahwa pada umumnya penyu sisik bertelur malam hari antara pukul 20.00 s.d 05.00 WIB. Lokasi peneluran biasanya di daerah supratidal yaitu 5-10 meter dari daerah batas pasang surut (Marques, 1990 dalam Hutabarat, 1992). Kedalaman sarang alami penyu sisik sekitar 37-50 cm.

Kegiatan pelestarian penyu sisik di Pulau Pramuka dilakukan dengan penetasan semi alami. Penetasan secara semi alami adalah penetasan telur dengan cara memindahkan telur dari sarang alami ke dalam ember plastik yang nantinya akan ditanam kurang lebih sepertiga bagian ember di dalam lokasi penetasan semi alami. Menurut Silalahi (1990), bahwa bentuk dan ukuran sarang semi alami disesuaikan dengan bentuk dan ukuran sarang alami.

Sementara menurut Alfian (1989) dalam Purwati (2000), bahwa keberhasilan penetasan telur di sarang semi alami dipengaruhi oleh waktu dan cara pemindahan telur. Waktu pemindahan yang baik adalah sesaat setelah pelepasan hingga waktu dua jam di luar tubuh induk. Hal yang perlu diperhatikan adalah harus selalu memperhatikan posisi yang benar yaitu bagian atas telur harus tetap berada di atas hingga saat peletakan telur di sarang semi alami.

Limpus dkk (1989) dalam Silalahi (1990) menyatakan bahwa dalam selang waktu dua jam setelah telur diletakkan oleh induk, telur masih berada dalam kedaan toleran terhadap perubahan posisi. Hal ini dikarenakan mata tunas masih mampu menuju ke permukaan. Setelah lebih dari dua jam, telur menjadi sangat peka terhadap faktor luar dan bila terganggu maka embrio akan mengalami kematian. Sejak terjadi penempelan embrio pada kulit bagian dalam telur, pemindahan telur akan membahayakan kelangsungan embrio tersebut.

Proses menetas tukik dari dalam sarang disajikan dalam Gambar. (DKP, 2003).

Text Box:



Gambar. Proses menetas tukik.

Makanan

Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan suatu organisme. Semua hewan memerlukan protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral dalam makanannya. Sedangkan gizi utama dalam makanan adalah protein, lemak dan karbohidrat (Mudjiman, 1985 dalam Damayanti, 2001).

Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh baik untuk menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan. Mutu protein dipengaruhi oleh sumber asalnya serta kandungan asam aminonya. Protein nabati lebih sukar dicerna daripada protein hewani. Hal ini disebabkan karena protein nabati terbungkus dalam dinding selulosa yang sulit dicerna Selain itu, kandungan asam amino dalam protein nabati pada umumnya kurang lengkap. Protein dalam bahan makanan digunakan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan yang rusak dan pertumbuhan (Cowey dan Sargent, 1972 dalam Damayanti, 2001).

Lemak dalam bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai sumber tenaga, karena dapat menghasilkan tenaga yang lebih besar daripada karbohidrat dan protein. Nilai gizi lemak dipengaruhi oleh kandungan asam lemaknya, khususnya asam lemak esensial. Asam lemak esensial terdiri dari asam lemak tidak jenuh yang dinamakan Poly Unsatured Fatty Acid (PUFA), yaitu asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat (Mudjiman, 1985 dalam Damayanti, 2001).

Karbohidrat (hidrat arang, zat tepung atau zat pati) berasal dari bahan makanan nabati. Kemampuan hewan untuk memanfaatkan karbohidrat tergantung dari kemampuannya dari kemampuan untuk menghasilkan enzim amylase (pemecah karbohidrat). Moen (1973) dalam Damayanti, (2001) mengemukakan bahwa karbohidrat dapat larut (BETN=Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) yang terdiri dari pati dan gula, merupakan sumber energi yang dapat dicerna, yang dapat mengubah hasil pencernaan dari pati (dekstrin dan glikogen) dan gula (monosacharida, disacharida dan trisacharida) menjadi glukosa. Kadar karbohidrat dalam makanan buatan berkisar antara 10% - 50% (Mudjiman, 1985 dalam Damayanti, 2001).

Vitamin adalah senyawa organic yang sangat besar peranannya dalam kehidupan, yaitu sebagai katalisator (pemacu) proses metabolisme di dalam tubuh. Vitamin dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sedikit, tetapi jika kekurangan dapat mengakibatkan gangguan dan penyakit. Kebutuhan vitamin dipengaruhi oleh faktor- faktor seperti ukuran tubuh hewan, umur, kondisi lingkungan, suhu air dan zat makanan yang tersedia (Mudjiman, 1985 dalam Damayanti, 2001).

Mineral adalah bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tubuh hewan untuk pembentukan jaringan tubuh, proses metabolisme dan mempertahankan keseimbangan osmosis. Makanan alami biasanya telah cukup mengandung mineral sehingga tidak mengekibatkan gangguan keseimbangan tubuh dan penyakit (Mudjiman, 1985 dalam Damayanti, 2001).

Dasman (1964) dalam Damayanti (2001), menyatakan bahwa kebutuhan makanan bagi suatu hewan adalah kebutuhan kalori setiap harinya. Energi ini diperlukan untuk hidup dan berkembangbiak yaitu dalam hal pertumbuhan, menggantikan bagian- bagian tubuh yang mati (maintenance) dan reproduksi. Hasil pengamatan Horrison (1955) dalam Damayanti (2001) terhadap 21 ekor tukik penyu hijau dengan memelihara seperti di alam selama 3 bulan, menunjukan pertambahan berat badan rata- rata sebesar 50 gram.

Penyu Sisik bersifat omnivora, disamping memakan alga laut (sea weed) seperti Cymodaceae sp. dan Posidonia sp. juga binatang- binatang kecil yang hidup di terumbu karang seperti jenis moluska dan udang di perairan dangkal (Suwelo, 1991, dalam Setyorini, 1999). Jarak dari tempat kawin ke tempat mencari makan, daya jelajah penyu sisik bisa mencapai 3000 km.

Salah satu jenis pakan yang diberikan di tempat pelestarian Penyu Sisik adalah ikan ekor kuning. Komposisi kandungan gizi ikan ekor kuning disajikan dalam Tabel.

Komposisi

Per 100 gram berat basah

Ikan Ekor Kuning

satuan

Karbohidrat

4,17

gram

Protein

13,2

gram

Lemak

0,19

gram

Air

81

gram

Abu

1,44

miligram

Fosfor

0,97

miligram

Kalsium

0,13

miligram

Vitamin A

Tidak dianalisa

-

Vitamin B

Tidak dianalisa

-

Karbtin total

Tidak dianalisa

-

Sumber

:

Hasil Analisa Laboratorium Gizi dan Masyarakat IPB, Juni 2000.

Hasil Analisa Laboratorium SJMP IPB, Juni 2000.






Tabel. Komposisi kandungan gizi ikan ekor kuning.

Pertumbuhan

Menurut Cambell dan Lesley (1969) dalam Damayanti (2001) pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan berat badan dan ukuran tubuh suatu organisme yang diukur pada satuan waktu tertentu.

Untuk mengetahui pertumbuhan penyu, pengamatan yang dilakukan umumnya berdasarkan pertumbuhan berat badan dan kerapasnya dalam satuan waktu tertentu (Kuncoro dan Suwelo, 1969 dalam Damayanti, 2001).

Pertumbuhan ada dua macam yaitu pertumbuhan isometris dan allometris (Royce, 1972 dalam Damayanti, 2001). Pertumbuhan isometris adalah pertumbuhan yang bersifat terus menerus secara proporsional dalam tubuh suatu organisme. Pertumbuhan allometris adalah perubahan yang bersifat sementara, misalnya perubahan yang berhubungan dengan kematangan gonad (tempat terdapatnya ovarium dan testes). Pertumbuhan isometris disebut juga isogonic, sedangkan pertumbuhan allometris disebut juga pertumbuhan heterogonic.


(winnie Hertikawatii)


1 comment: